A. Persyaratan Guru
Untuk
dapat melakukan peranan dan melaksanakan tugas serta tanggung jawabnya, guru
memerlukan syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat inilah yang akan membedakan
antara guru dari manusia lain pada umumnya. Adapun syarat-syarat menjadi guru
itu dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok.
1. Persyaratan Administratif
Syarat-syarat administratif ini antara lain
meliputi: soal kewarganegaraan (warga negara Indonesia), umur
(sekurang-kurangnya 18 tahun), berkelakuan baik, mengajukan permohonan. Di
samping itu masih ada syarat-syarat lain yang telah ditentukan sesuai dengan
kebajikan yang ada.
2. Persyaratan Teknis
Dalam persyaratan teknis ini ada yang bersifat
formal, yakni harus berijazah pendidikan guru. Hal ini mempunyai konotasi bahwa
seseorang yang memiliki ijazah pendidikan guru itu dinilai sudah mampu
mengajar. Kemudian syarat-syarat yang lain adalah menguasai cara dan teknik
mengajar, terampil mendesain program pengajaran serta memiliki motivasi dan
cita-cita memajukan pendidikan/pengajaran.
3. Persyaratan Psikis
Yang berkaitan dengan kelompok persyaratan psikis,
antara lain: sehat rohani, dewasa dalam berpikir dan bertindak, maupun
mengendalikan emosi, sabar, ramah dan sopan, memiliki jiwa kepemimpinan,
konsekuen dan berani bertanggung jawab, berani berkorban dan memiliki jiwa
pengabdian.
4. Persyaratan Fisik
Persyaratan fisik ini antara lain meliputi: berbadan
sehat, tidak memiliki cacat tubuh yang mungkin mengganggu pekerjaannya, tidak
memiliki gejala-gejala penyakit yang menular. Dalam persyaratan fisik ini juga
menyangkut kerapian dan kebersihan, termasuk bagaimana cara berpakaian. Sebab,
bagaimanapun juga guru akan selalu dilihat/diamati dan bahkan dinilai oleh para
siswa/anak didiknya.
Sesuai dengan tugas keprofesiannya, maka sifat dan
persyaratan tersebut harus secara garis besar dapat diklasifikasikan dalam spektrum
yang lebih luas, yakni guru harus:
a.
Memiliki kemampuan profesional
b.
Memiliki kapasitas intelektual
c.
Memilki sifat edukasi sosial
Ketiga syarat kemampuan
itu diharapkan telah dimiliki oleh setiap guru, sehingga mampu memenuhi
fungsinya sebagai pendidik bangsa, guru di sekolah dan pemimpin di masyarakat.
Untuk itu diperlukan kedewasaan dan kematangan diri guru itu sendiri. Dengan
kata lain bahwa ketiga syarat kemampuan tersebut, perlu dihubungkan dengan
tingkat kedewasaan dari seorang guru. Sebagai ilustrasi misalnya, seorang guru
sudah memiliki kapasitas intelektual yang tinggi dan memadai, tetapi bisa jadi
belum memiliki kedewasaan di bidang edukasi sosial, sehingga mungkin masih sulit untuk memenuhi
fungsinya sebagai figur yang harus berperan secara komprehensif, dalam berupaya
mendewasakan pihak yang belum dewasa (anak didik).
Pada uraian di depan
(lihat bab vi), disinggung bahwa anak didik/siswa disifati sebagai kelompok
yang belum dewasa dan guru atau pendidik dipandang sebagai unsur manusiawi yang
sudah dewasa. Masalahnya bagaimana cara untuk memberikan kriteria seseorang itu
dikatakan dewasa. Yang jelas kedewasaan seseorang itu tidak dapat semata-mata
dilihat dari segi usia. Tetapi kalau dilihat dari perangkat-perangkat dan
kemampuan yang lain mental masih harus dilihat lebih jauh, bagaimana
profesionalisme, dan kapasitas edukasi sosialnya. Untuk medekati permasalahan
itu perlu dilihat beberapa aspek yaitu:
1. Aspek Kematangan Jasmani
Aspek
kematangan jasmani dapat dilihat dari pekembangan biologis dan usia. Pada
umumnya dikatakan sudah dewasa jasmani, kalau seorang itu sudah akil balig.
2. Aspek Kematangan Rohani
Lainnya
halnya dengan kematangan jasmani yang ditandai dengan dicapai akil-balig,
kematangan/ kedewasaan dalam arti rohani mungkin sangat bervariasi/
berbeda-beda antara masyarakat/ bangsa yang satu dengan yang lain. Hal ini
karena dipengaruhi oleh sikap tingkah laku dan budaya masyarakat yang bersangkutan.
Perlu
ditambahkan bahwa yang merupakan kematangan/ kedewasaan rohani itu termasuk
antara lain: sudah matang dalam bertindak dan berpikir, sehingga sikap dan
penampilannya menjadi semakin mantap. Menghargai dan mematuhi norma serta
nilai-nilai moral yang berlaku.
3. Kematangan/ Kedewasaan Kehidupan
Sosial
Aspek
kedewasaan sosial, atau kehidupan bersama antarmanusia. Untuk dapat bergaul
dengan sesama bergaul dengan sesama manusia dituntut adanya kemampuan
berinteraksi dan memenuhi beberapa persyaratan. Sebagai contoh harus dapat
saling menghargai, saling tenggang rasa, saling tolong menolong, dapat dan mau
membela kepentingan bersama. Itu semua adalah sikap yang harus dimiliki
sesorang, kalau seseorang itu hidup bersama di dalam masyarakat. Seseorang yang
belum memiliki sikap seperti dikemukakan di atas, dinilai belum dewasa secara
sosial. Seseorang itu dikatakan masih seperti anak-anak, karena masih ambisius,
mementingkan diri sendiri (individualitas).
A. GURU SEBAGAI TENAGA PROFESIONAL
Secara
umum profesi diartikan sebagai suatu pekerjaan yang memerlukan pendidikan
lanjut di dalam science dan teknologi yang digunakan sebagai perangkat dasar
untuk diimplimentasikan dalam berbagai kegiatan yang bermanfaat. Dalam
aplikasinya, menyangkut aspek-aspek yang lebih bersifat mental daripada yang
bersifat manual work. Pekerjaan professional akan senantiasa menggunakan teknik
dam prosedur yang berpijak pada landasan intelektual yang harus dipelajari
secara sengaja, terencana dan kemudian dipergunakan demi kemaslahatan orang
lain.
Seorang
pekerja professional, khususnya guru dapat dibedakan dibedakan dari seorang
teknisi, karena di samping menguasai sejumlah teknki serta prosedur kerja
tertentu, seorang pekerja professional juga ditandai adanya informed responsiveness terhadap
implikasi kemasyarakatan dari objek kerjanya. Hal ini berarti bahwa seorang
pekerja professional atau guru harus memiliki persepsi filosofis dan
ketanggapan yang bijaksana yang lebih mantap dalam menyikapi dan melaksanakan
pekerjaannya. Kalau kompetensi seorang teknisi lebih bersifat mekanik dalam
arti sangat mementingkan kecermatan, sedangkan kompetensi seorang guru sebagai
tenaga professional kependidikan, ditandai dengan serentetan diagnosis,
rediagnosis, dan penyesuaian yang terus menerus. Dalam hal ini, di samping
kecermatan untuk menentukan langkah, guru harus juga sabar, ulet, dan “telaten”
serta tanggap terhadap setiap kondisi, sehingga di akhir pekerjaannya akan
membuahkan suatu hasil yang memuaskan.
B. Guru Sebagai Pendidik dan Pembimbing
Seseorang dikatakan sebagai guru tidak hanya cukup
“tahu” sesuatu yang diajarkan saja, tetapi pertama kali ia harus merupakan
seseorang yang memiliki “kepribadian guru”, dengan segala ciri tingkat
kedewasaannya. Dengan kata lain untuk menjadi pendidik atau guru, seseorang
harus memiliki kepribadian.
Masalahnya yang penting adalah mengapa guru itu
dikatakan sebagai “pendidik”. Guru memang seorang “pendidik”, sebab dalam pekerjaannya
ia tidak hanya “mengajar” seseorang agar tahu beberapa hal, tetapi juga guru
melatih beberapa keterampilan dan
terutama sikap mental anak didik. “Mengapa” sikap mental seseorang tidak cukup
hanya “mengajarkan” sesuatu pengetahuan, tetapi bagaimana pengetahuan itu harus
dididikkan, dengan guru sebagai idolanya.
Dengan “mendidikkan” dan menanamkan nilai-nilai yang
terkandung pada berbagai pengetahuan
yang diikuti dengan contoh-contoh teladan dari sikap dan tingkah laku gurunya,
diharapkan anak didik atau siswa dapat menghayati kemudian menjadikan miliknya,
sehingga dapat menumbuhkan sikap mental. Jadi, tugas seorang guru bukan sekedar
menumpahkan semua ilmu pengetahuan tetapi juga “mendidik” seseorang menjadi
warga negara yang baik, menjadi seseorang yang berkepribadian baik dan utuh. Mendidik berarti mentransfer
nilai-nilai kepada siswanya. Nilai-nilai tersebut harus diwujudkan dalam
tingkah laku sehari-hari. Oleh karena itu, pribadi guru itu sendiri merupakan
perwujudan dan nilai-nilai yang akan ditransfer. Mendidik adalah mengantarkan
anak didik agar menemukan dirinya, menemukan kemanusiaannya. Mendidik adalah
memanusiakan manusia. Dengan demikian, secara esensial dalam proses pendidikan,
guru itu bukan hanya berperan sebagai “pengajar” yang transfer of knowledge tetapi juga “pendidik” yang transfer of values. Ia bukan saja
pembawa ilmu pengetahuan, akan tetapi juga menjadi contoh seorang pribadi manusia.
Sebagai seorang pendidik, guru harus memenuhi syarat
khusus. Untuk mengajar ia dibekali dengan berbagai ilmu keguruan sebagai dasar,
disertai pula seperangkat latihan keterampilan keguruan, dan pada kondisi itu
pula, ia belajar memersonalisasikan beberapa sikap guru yang diperlukan.
Semuanya itu akan menyatu dalam diri seorang guru sehingga merupakan seorang
berpribadi khusus, yakni ramuan dari pengetahuan, sikap dan keterampilan
keguruan serta penguasaan beberapa ilmu pengetahuan yang akan ia transformasikan
pada anak didik atau siswanya, sehingga mampu membawa perubahan di dalam tingkah laku siswa itu.
Seorang guru menjadi pendidik berarti sekaligus
menjadi pembimbing. Sebagai contoh guru yang berfungsi sebagai “pendidik” dan “pengajar” seringkali
akan melakukan pekerjaan bimbingan, misalnya bimbingan belajar, bimbingan
sesuatu keterampilan dan sebagainya. Jadi yang jelas dalam proses pendidikan
kegiatan “mendidik”, “mengajar” dan “bimbingan” sebagai yang tidak dapat
dipisah-pisahkan.
Membimbing dalam hal ini dapat dikatakan sebagai
kegiatan menuntun anak didik dalam perkembangannya dengan jalan memberi
lingkungan dan arah yang sesuai dengan tujuan pendidikan. Sebagai pendidik,
guru harus berlaku membimbing, dalam arti menuntun sesuai dengan kaidah yang
baik dan mengarahkan perkembangan anak didik sesuai dengan tujuan yang
dicita-citakan, termasuk dalam hal ini, yang penting ikut dalam memecahkan
persoalan-persoalan atau kesulitan yang dihadapi anak didik. Dengan demikian,
diharapkan dapat menciptakan perkembangan yang lebih baik pada diri siswa, baik
perkembangan fisik maupun mental.
Guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik dan pembimbing,
minimal ada dua fungsi, yakni fungsi moral dan fungsi kedinasan. Tinjauan
secara umum, guru dengan segala peranannya akan kelihatan lebih menonjol fungsi
moralnya, sebab walaupun dalam situasi kedinasan pun guru tidak dapat
melepaskan fungsi moralnya. Oleh karena itu, dalam melaksanakan tugasnya
sebagai pendidik dan pembimbing juga diwarnai oleh fungsi moral itu, yakni
dengan wujud bekerja secara sukarela, tanpa pamrih dan semata-mata demi
panggilan hati nurani, atau setelah dikemukakan diatas dengan istilah roeping. Bergayut dengan ini, ada tiga
alternatif yang perlu diperhatikan oleh para guru dalam menjalankan tugas
pengabdiannya, yakni:
1.
Merasa terpanggil;
2.
Mencintai dan menyayangi anak didik;
3.
Mempunyai rasa tanggung jawab secara
penuh dan sadar mengenai tugasnya.
Ketiga
hal itu saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang
lain. Karena orang merasa terpanggil hati nuraninya untuk mendidik, maka ia
harus mencintai anak didik dan menyadari sepenuhnya apa yang sedang dan apa
yang akan dikerjakannya. Begitu juga karena
ia itu mencintai anak didik dan
panggilan hati nuraninya, karena merasa bertanggung jawab secara penuh atas
keberhasilan pendidikan anak asuhannya. Konsep inilah yang harus dipegang oleh
guru dalam upaya mendidik dan membimbing para siswanya.
Pendidikan adalah usaha
pendidikmemimpin anak didik secara umum untuk mencapai perkembangannya menuju
kedewasaan jasmani maupun rohani, dan bimbingan adalah usaha pendidik memimpin
anak didik dalam arti khusus misalnya memberikan dorongan atau motivasi dan
mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi anak didik atau siswa. Hal ini sesuai degan apa yang pernah
disampaikan Ki Hajar Dewantoro dengan sistem among, “ing madyo mangun karso”.
Sehubungan dengan beberapa fungsi
yang dimiliki guru, maka terdapat beberapa aspek utama yang merupakan kecakapan
serta pengetahuan dasar bagi guru.
1. Guru
harus dapat memahami dan menempatkan kedewasaannya.
2. Guru
harus mengenal diri siswa.
3. Guru
harus memiliki kecakapan memberi bimbingan.
4. Guru
harus memilki dasar pengetahuan yang luas tentang tujuan pendidikan di
Indonesia pada umumnya sesuai dengan tahap-tahap pembangunan.
5. Guru
harus memiliki pengetahuan yang bulat dan baru mengenai ilmu yang diajarkan.
C. Beberapa Peranan Guru
Sehubungan dengan fungsinya sebagai “pengajar”,
“pendidik” dan “pembimbing”, maka diperlukan adanya berbagai peranan pada diri
guru. Peranan guru ini akan senantiasa menggambarkan pola tingkah laku yang
diharapkan dalam berbagai interaksinya, baik dengan siswa (yang terutama),
sesama guru, maupun dengan staf yang lain. Dari berbagai interaksi
belajar-mengajar, dapat dipandang sebagai sentral bagi peranannya. Sebab baik
disadari atau tidak bahwa sebagian dari waktu dan perhatian guru banyak
dicurahkan untuk menggarap proses belajar-mengajar dan berinteraksi dengan
siswanya.
Mengenai apa peranan guru itu ada beberapa pendapat
yang dijelaskan sebagai berikut:
1. Prey
Katz menggambarkan peranan guru sebagai komunikator, sahabat yang dapat
memberikan nasihat-nasihat, motivator sebagai pemberi inspirasi dan dorongan,
pembimbing dalam pengembangan sikap dan tingkah laku serta nilai-nilai, orang
yang menguasai bahan yang diajarkan.
2. Havighurst
menjelaskan bahwa peranan guru di sekolah sebagai pegawai (employee) dalam hubungan
kedinasan, sebagai bawahan (subordinate)
terhadap atasannya, sebagai kolega dalam hubungannya dengan anak didik, sebagai
pengatur disiplin, evaluator dan pengganti orang tua.
3. James
W. Brown, mengemukakan bahwa tugas dan peranan guru antara lain: menguasai dan
mengembangkan materi pelajaran, merencanakan dan mempersiapkan pelajaran
sehari-hari, mengontrol dan mengevaluasi kegiatan siswa.
4. Federasi
dan Organisasi Profesional Guru Sedunia, menguangkapkan bahwa peranan guru di
sekolah, tidak hanya sebagai transmiter dari ide tetapi uga berperan sebagai
transfomer dan katalisator dari nilai dan sikap.
Dari beberapa pendapat di atas maka secara rinci
peranan guru dalam kegiatan belajar-mengajar, secara singkat dapat disebutkan
sebagai berikut:
a.
Informator
Sebagai pelaksana cara mengajar informatif,
laboratorium, studi lapangan dan sumber informasi kegiatan akademik maupun
umum. Dalam pada itu berlaku teori komunikasi berikut:
-
Teori stimulus-respons.
-
Teori dissonance-reduction.
-
Teori pendekatan funsional.
b.
Organisator
Guru sebagai organisator, pengelola kegiatan
akademik, silabus, workshop, jadwal pelajaran dan lain-lain. Komponen-komponen
yang berkaitan dengan kegiatan belajar-mengajar, semua diorganisasikan
sedemikian rupa, sehingga dapat mencapai efektivitas dan efisiensi dalam belajar pada diri siswa.
c.
Motivator
Peranan guru sebagai motivator ini penting artinya
dalam rangka meningkatkan kegairahan dan pengembangan kegiatan belajar siswa.
Guru harus dapat merangsang dan memberikan dorongan serta reinforcement untuk mendinamisasikan potensi siswa, menumbuhkan swadaya
(aktivitas) dan daya cipta (kreativitas), sehingga akan terjadi dinamika di
dalam proses belajar-mengajar. Dalam semboyan pendidikan di Taman Siswa
sudah lama dikenal dengan istilah “ing
madya mangun karsa”. Peranan guru sebagai motivator ini sangat penting dalam
interaksi belajar-mengajar, karena menyangkut esensi pekerjaan mendidik yang
membutuhkan kemahiran sosial, menyangkut performance dalam arti personalisasi dan sosialiasi diri.
d.
Pengarah
atau direktor
Jiwa kepemimpinan bagi guru dalam peranan ini lebih
menonjol. Guru dalam hal ini harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan
belajar siswa sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan. Guru harus juga
“handayani”.
e.
Inisiator
Guru dalam hal ini sebagai pencetus ide-ide dalam
proses belajar. Sudah pasti ide-ide itu merupakan ide-ide kreatif yang dapat
dicontoh oleh anak didiknya. Jadi, termasuk pula dalam lingkup semboyan “ing
ngarso sung tulodo”.
f.
Transmitter
Dalam kegiatan belajar guru juga akan bertindak
selaku penyebar kebijaksanaan pendidikan dan pengetahuan.
g.
Fasilitator
Berperan sebagai fasilitator, guru dalam hal ini
akan memberikan fasilitas atau kemudahan dalam proses belajar-mengajar,
misalnya saja dengan menciptakan suasana kegiatan belajar yang sedemikian rupa,
serasi dengan perkembangan siswa, sehingga interaksi belajar-mengajar akan
berlangsung secara efektif. Hal ini bergayut dengan semboyan “Tut Wuri
Handayani”.
h.
Mediator
Guru sebagai mediator dapat diartikan sebagai
penengah dalam kegiatan belajar siswa. Misalnya menengahi atau memberikan jalan
ke luar kemacetan dalam kegiatan diskusu siswa. Mediator juga diartikan
penyedia media. Bagaimana cara memakai dan mengorganisasikan penggunaan media.
i.
Evaluator
Ada kecenderungan bahwa peran sebagai evaluator,
guru mempunyai otoritas untuk menilai prestasi anak didik dalam bidang akademis
maupun tingkah laku sosialnya, sehingga dapat menentukan bagaimana anak
didiknya berhasil atau tidak. Tetapi kalau diamati secara sedikit mendalam
evaluasi-evaluasi yang di lakukan guru itu sering hanya merupakan evaluasi
ekstrinsik dan sama sekali belum menyentuh evaluasi yang intrinsik. Evaluasi
yang dimaksud adalah evaluasi yang mencakup pula evaluasi intrinsik. Untuk ini
guru harus hati-hati dalam menjatuhkan nilai atau kriteria keberhasilan. Dalam hal ini tidak
cukup hanya dilihat dari bisa atau tidaknya mengerjakan mata pelajaran yang
diujikan, tetapi masih perlu ada pertimbangan-pertimbangan yang sangat unik dan
kompleks, terutama yang menyangkut perilaku dan values yang ada pada masing-masing mata pelajaran.
D. HUBUNGAN GURU DAN SISWA
Untuk mendapatkan hasil belajar yang optimal, banyak
dipengaruhi komponen-komponen belajar-mengajar. Sebagai contoh bagaimana cara mengorganisasi
materi, metode yang diterapkan, media yang digunakan, dan lain-lain. Tetapi di samping
komponen-komponen pokok yang ada di
dalam kegiatan belajar mengajar, ada faktor lain yang mempengaruhi keberhasilan
belajar siswa, yaitu soal hubungan antara guru dan siswa.
Hubungan guru dengan siswa/anak didik di dalam
proses belajar mengajar merupakan faktor yang sangat menentukan. Bagaimanapun
baiknya bahan pelajaran yang diberikan, bagaimanapun sempurnanya metode yang
digunakan namun jika hubungan guru-siswa tidak harmonis, maka dapat menciptakan
suatu hasil yang tidak diinginkan.
Dengan demikian bentuk-bentuk kegiatan belajar
selain melalui pengajaran didepan kelas, perlu diperhatikan bentuk-bentuk
kegiatan belajar mengajar yang lain. Cara-cara atau bentuk-bentuk belajar yang
lain antara lain dapat melalui dengan contact
hours. Guru dapat menanyai dan dan mengungkap keadaan siswa dan sebaliknya
siswa mengajukan berbagai persoalan-persoalan
dan hambatan yang sedang dihadapi. Terjadilah suatu proses interaksi
komunikasi yang humanistik. Memang guru yang menerapkan prinsip-prinsip humanistik approach akan tergolong pada humanistic teacher. Hal ini jelas akan
sangat membantu keberhasilan studi para siswa. Berhasil dalam arti tidak
sekedar tahu atau mendapatkan nilai baik dalam ujian, tetapi akan menyentuh
pada soal sikap mental dan tingkah laku atau hal-hal yang intrinsik. Dengan
demikian, tujuan kemanusiaan harus selalu diperhatikan, sehingga salah satu
hasil pendidikan yang diharapkan yakni human
people, yakni manusia yang memiliki
kesadaran untuk melakukan orang lain dengan penuh respect dan dignity.
Disamping itu perlu juga diingat adanya
hambatan-hambatan tertentu. Misalnya kadang-kadang masih ada guru yang otoriter
dari guru (terutama warisan di zaman feodal), sikap tetutup dari guru, siswa
yang pasif, dan latar belakang guru sendiri maupun para siswanya. Untuk
mengatasi itu semua perlu dikembangkan sikap demokratis dan terbuka dari para
guru perlu ada keaktifan dari pihak
siswa dan guru harus bersikap sopan, saling hormat menghormati, guru lebih
bersifat manusiawi, rasio guru dan dan siswa lebih proporsional, masing-masing
pihak bila pengetahui latar belakang baik guru maupun siswa. Memang untuk
itu ada beberapa persyaratan yang seyogyanya perlu diperhatikan. Persyaratan-persyaratan
itu antara lain:
1.
Perlu dedikasi yang penuh dikalangan
guru yang disertai dengan kesadaran akan fungsinya sebagai pamong bagi anak
didiknya/siswanya;
2.
Menciptakan hubungan yang baik antara
sesama staf pengajaran dan pimpinan, sehingga mencerminkan pula hubungan baik
antara guru dan siswa;
3.
Sistem pendidikan dan kurikulum yang
mantap;
4.
Adanya fasilitas ruangan yang memadai
bagi para guru untuk mencukupi kebutuhan tempat bertamu antara guru dan siswa;
5.
Rasio guru dan siswa yang rasional,
sehingga guru dapat melakukan didikan
dan hubungan secara baik;
6.
Perlu adanya kesejahteraan guru yang
memadai sehingga guru tidak terpaksa harus mencari hasil sampingan.
F.
KODE ETIK GURU
1.
Mengapa perlu kode etik guru?
Sudah
disebut-sebut didepan bahwa guru adalah tenaga profesional dibidang pendidikan
yang memiliki tugas “mengajar”, “mendidik”, dan “ membimbing” anak didik agar
menjadi manusia yang berpribadi (pancasila). Dengan demikian guru memiliki
kedudukan yang sangat penting dan tanggung jawab yang sangat besar dalam
menangani hasil atau tidaknya program pendidikan.
Sehubungan
dengan itu maka guru sebagai tenaga profesional memerlukan pedoman dan kode
etik guru terhindar dari segala bentuk penyimpangan. Kode etik menjadi pedoman
baginya untuk tetap profesional (sesuai dengan tuntunan dan persyaratan
profesi). Setiap guru yang memegang keprofesionalannya sebagai pendidik akan
selalu berpegang pada kode etik guru. Sebab kode etik guru ini salah satu ciri
yang harus ada pada profesi itu sendiri.
Kode
etik yang memedomani setiap tingkah laku guru senantiasa sangat diperlukan.
Karena dengan itu penampilan guru akan terarah dengan baik, bahkan akan terus
bertambah baik. Ia akan terus memerhatikan dan mengembangkan profesi
keguruannya.
2.
Apa itu kode etik?
Secara
harfiah” kode etik” berarti sumber etik. Etik artinya tata sisila 9 etika) atau
hal-hal yang berhubungan dengan kesusilaan dalam mengerjakan suatu pekerjaan.
Jadi “kode etik guru” diartikan: aturan tata susila keguruan.
Menurut
Westby Gibson kode etik (guru) dikatakan sebagai suatu statement formal yang
merupakan norma (aturan tata susila) dalam mengatur tingkah laku guru. Kode
etik guru juga merupakan perangkat untuk mempertegas atau mengkristalisasi
kedudukan dan peranan guru serta sekaligus untuk melindungi profesinya.
Adapun
rumusan kode etik guru yang merupakan kerangka pedoman guru dalam melaksanakan
tugas dan tanggung jawabnya sesuai
dengan hasil kongres PGRI XIII, yang terdiri dari sembilan item berikut
ini:
a.
Guru berbakti membimbing anak didiknya
seutuhnya untuk membentuk manusia
pembangun yang ber-pancasila.
b.
Guru memiliki kejujuran profesional
dalam menerapkan kurikulum serta dengan kebutuhan anak didik masing-masing.
c.
Guru mengadakan komunikasi, terutama
dalam memperoleh informasi tentang anak didiknya, tetapi menghindarkan diri
dari segala bentuk penyalahgunaan.
d.
Guru menciptakan suasana kehidupan
sekolah dan memelihara hubungan dengan orang tua murid sebaik-baiknya bagi
kepentingan anak didiknya.
e.
Guru memelihara hubungan baik dengan
masyarakat di sekitar sekolah maupun masyarakat yang lebih luas untuk
kepentingan pendidikan.
f.
Guru secara sendiri dan/atau
bersama-sama berusaha mengembangkan dan meningkatkan mutu profesinya.
g.
Guru menciptakan dan memelihara hubungan
antarsesama guru baik berdasarkan lingkungan kerja maupun di dalam hubungan
keseluruhan.
h.
Guru secara bersama-sama memelihara,
membina, meningkatkan mutu organisasi guru profesional sebagai saran
pengabdiannya.
i.
Guru melaksanakan segala ketentuan yang
merupakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan.
Guru
adalah bagian warga negara dan warga masyarakat yang merupakan aparat
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Depdikbud).
Guru
sebagai aparat Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dan pelaksanaan langsung
kurikulum dan proses belajar mengajar, harus memahami dan melaksanakan
ketentuan-ketentuan yang telah digariskan oleh pemerinta mengenai
persoalan-persoalan pendidikan.
Tetapi
harus diingat bahwa kebijaksanaan dan ketentuan-ketentuan pemerintah itu
biasanya bersifat umum,. Oleh karena itu guru sebagai unsur pelaksanaan yang
paling operasional harus memahami secara cermat dan kritis serta mengembangkan
secara rasional dan kreatif yang akhirnya dapat mendukung policy pihak
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan tersebut. Untuk mengarahkan kepada
maksud-maksud sebagaimana disebutkan di atas, maka perlu dilakukan hal-hal
antara lain sebagai berikut:
1. Guru
harus memahami betul-betul maksud dan arah kebijaksanaan pendidikan nasional,
agar dapat mengambil langkah-langkah secara tepat.
2. Guru
harus terus-menerus meningkatkan profesi dan kesadaran guru untuk memenuhi
hakikat keprofesian.
3. Dilakukan
penilaian, pengawasan dan sanksi yang objektif dan rasional.
4. Memimpin
lembaga-lembaga pendidikan harus bersifat terbuka, dalam upaya menerjemahkan
setiap ketentuan dari Depatemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
5. Guru
yang semata-mata sebagai kiat dan pelaksana pemerintah di bidang kurukulum dan
proses belajar mengajar, perlu netral, tidak memihak pada golongan politik
apapun.
6. Dalam
menetapkan kebijaksanaan: Pemerintah (Depatemen Pendidikan dan Kebudayaan),
yang berkenaan dengan pembaruan dibidang pendidikan, perlu diupayakan kerja
sama antara pemerintah dengan organisasi profesional guru (PGRI) dan juga
dengan ISPI.
Dengan memahami kode etik guru seperti di atas ,
diharapkan guru mampu berperan secara aktif dalam upaya memberikan motivasi
kepada subjek belajar yang dihadapi oleh anak didik/subjek belajar berarti akan
dapat dipecahkan atas bimbingan guru dan kemampuan serta kegairahan mereka
sendiri.
SIMPULAN
Adapun syarat-syarat
menjadi guru itu dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok. 1)
Persyaratan Administratif 2) Persyaratan Teknis 3) Persyaratan Psikis 4)
Persyaratan Fisik.
Sesuai dengan tugas
keprofesiannya, maka sifat dan persyaratan tersebut harus secara garis besar
dapat diklasifikasikan dalam spektrum yang lebih luas, yakni guru harus: a) Memiliki
kemampuan professional b) Memiliki kapasitas intelektual c) Memilki sifat
edukasi sosial.
Kedewasaan guru dilihat
beberapa aspek yaitu: a) Aspek Kematangan Jasmani b) Aspek Kematangan Rohani c)
Kematangan/ Kedewasaan Kehidupan Sosial.
Guru sebagai tenaga professional
berarti pekerjaan guru memerlukan pendidikan lanjut di dalam science dan
teknologi yang digunakan sebagai perangkat dasar untuk diimplimentasikan dalam
berbagai kegiatan yang bermanfaat. Dalam hal ini, di samping kecermatan untuk
menentukan langkah, guru harus juga sabar, ulet, dan “telaten” serta tanggap
terhadap setiap kondisi, sehingga di akhir pekerjaannya akan membuahkan suatu
hasil yang memuaskan.
Guru Sebagai Pendidik
dan Pembimbing berarti selain mengajar ilmu pengetahuan guru juga menanamkan
nilai-nilai (transfer of values) serta
melatih berbagai keterampilan.
Sehubungan dengan
beberapa fungsi yang dimiliki guru, maka terdapat beberapa aspek utama yang
merupakan kecakapan serta pengetahuan dasar bagi guru. 1) Guru harus dapat
memahami dan menempatkan kedewasaannya, 2) Guru harus mengenal diri siswa. 3) Guru
harus memiliki kecakapan memberi bimbingan, 4) Guru harus memilki dasar
pengetahuan yang luas tentang tujuan pendidikan di Indonesia pada umumnya
sesuai dengan tahap-tahap pembangunan, 5) Guru harus memiliki pengetahuan yang
bulat dan baru mengenai ilmu yang diajarkan.
Peranan guru dalam
kegiatan belajar-mengajar: 1) Informator, 2) Organisator, 3) Motivator, 4)
Pengarah atau director, 5) Inisiator, 6) Transmitter, 7) Fasilitator, 8)
Mediator, 9) Evaluator.
Hubungan guru dengan
siswa/anak didik di dalam proses belajar mengajar merupakan faktor yang sangat
menentukan. Bagaimanapun baiknya bahan pelajaran yang diberikan, bagaimanapun
sempurnanya metode yang digunakan namun jika hubungan guru-siswa tidak
harmonis, maka dapat menciptakan suatu hasil yang tidak diinginkan.
Kode etik yang
memedomani setiap tingkah laku guru senantiasa sangat diperlukan. Karena dengan
itu penampilan guru akan terarah dengan baik, bahkan akan terus bertambah baik.
Ia akan terus memerhatikan dan mengembangkan profesi keguruannya.
RUJUKAN
Sardiman. 2010. Interaksi dan Motivasi Belajar-Mengajar. Jakarta: Rajawali Pers.
Teman-teman yang ingin memberikan pertanyaan dibatasi pada hari Kamis, 18 April 2013, pukul 18.00 ya...
BalasHapusRahmi Nike Rosahin
BalasHapusA1B110035
Assalammualaikum. Wr. Wb
numpang tanya yaa...
1. Bagaimana cara kita sebagai calon guru mendidik dan mengajar anak untuk menjadi lebih baik lagi, tetapi dalam kenyataannya anak tersebut memang sulit sekali untuk dididik dan diajari?
2. Seorang guru dituntut untuk tampil sempurna, tapi guru juga manusia. Apa yang harus guru lakukan disaat ia sedang sakit maupun sedang mengalami suatu permasalahan, tapi harus sempurna dalam mengajar?
3. Tolong ya jelaskan lebih rinci mengenai prinsip-prinsip humanistik approach!
Terima Kasih Sebelumnya, ...
Rizky Setiawan
HapusNIM A1B110039
Jika salah, harap kelompok bisa meluruskannya.
1. Kemampuan dan minat anak terhadap pelajaran itu berbeda-beda. Benar apa yang sudah dijawab oleh saudari Maulida (lihat tanggapan dari Maulida Astuti) bahwa sebagai guru harus melakukan pendekatan terhadap anak tersebut jika memang dia sulit dididik. Sebagai guru juga harus terus introspeksi diri mengenai cara mendidiknya selama ini apakah sudah cocok untuk anak tersebut atau mungkin kurang pas. Kadang-kadang, ada saja anak yang sebenarnya mampu belajar suatu pelajaran, tetapi minatnya masih kurang. Perhatikan pula usia anak tersebut. Anak SD masa-masanya senang bermain sehingga menurut pengalaman saya (memperhatikan adik saya dan teman-temannya), minat anak SD untuk belajar hanya bangkit jika disuruh guru. Kesadaran mereka terhadap pentingnya belajar belum ada. Tidak ada salahnya pula jika seorang guru berdiskusi dengan orang tua siswa mengenai anak mereka. Guru junior juga bisa meminta saran guru senior karena pengalaman mereka lebih banyak.
2. Meski sakit, guru juga harus tampil maksimal (bukan sempurna, karena sempurna itu menurut saya tidak akan bisa dicapai oleh manusia biasa). Jangan menyalahkan sakit sebagai alasan. Sekarang banyak media yang bisa digunakan untuk membantu dalam mengajar. Jika sakit tenggorokan, jangan pakai metode ceramah. Carilah media berupa gambar, rekaman audio, rekaman video, dll yang dapat mengurangi porsi guru berbicara. Jika tidak dapat hadir kesekolah, guru harus menyiapkan tugas untuk dikerjakan di kelas atau jika bisa memberi tugas online (karena beberapa sekolah sudah memiliki ruang multimedia, dan menurut pengalaman saya dulu ruang multimedia bisa digunakan kapan saja selama jam sekolah). Untuk tampil maksimal (jika tidak sakit) itu sendiri, guru harus banyak belajar dan berlatih. Belajar guru dapat berupa banyak membaca, dll. Berlatih guru dapat berupa mengikuti penataran, mengajar di kelas, dll.
3. Humanistik Approach (Pendekatan Humanistik), silakan tanya ke kelompok karena saya tidak tahu.
Terimakasih!
Kami setuju dengan pendapat Rizky Setiawan dan Maulida,
Hapus1. Kemampuan dan minat anak terhadap pelajaran itu berbeda-beda. Ada yang mudah didik ada juga susah. Sebagai guru kita harus melakukan pendekatan terhadap anak tersebut jika memang dia sulit dididik. Guru juga introspeksi diri mengenai cara mendidiknya selama ini apakah sudah baik dan efektif untuk anak didik apa belum.
2. Walaupun guru sedang sakit guru tetap harus bisa maksimal dalam mengajar, guru bisa menggunakan media. Guru bisa menggunakan alat pengeras suara ketika tidak bisa bersuara nyaring. Buatlah siswa yang aktif dalam pembelajaran. Jadi guru tidak terlalu kelelahan ketika sedang sakit.
3. Prinsip Humanistik Approach (Pendekatan Humanistik)
- Fokus utamanya adalah hasil pendidikan yang bersifat afektif, belajar tentang cara- cara belajar dan meningkatkan kreativitas dan semua potensi peserta didik.
- Hasil belajarnya adalah kemampuan peserta didik mengambil tanggung jawab dalam menentukan apa yang dipelajari dan menjadi individu yang mampu mengarahkan diri sendiri dan mandiri.
- Pentingnya pendekatan pendidikan di bidang seni dan hasrat ingin tahu.
- Pendekatan humanistik kurang menekankan pada kurikulum standar, perencanaan pembelajaran, ujian, sertifikasi pendidik dan kewajiban hadir di sekolah.
- Pendekatan humanistik mengkombinasikan metode pembelajaran individual dan kelompok. Pendidik memiliki status kesetaraan dengan peserta didik.
- Pendekatan humanistik memelihara kebebasan peserta didik untuk tumbuh dan melindungi peserta didik dari tekanan keluarga dan masyarakat.
- Penggunaan pendekatan humanistik dalam pendidikan akan memungkinkan peserta didik menjadi individu yang beraktualisasi diri.
Maulida astuti
BalasHapusNim A1B110023
Saya akan mencoba menanggapi pertanyaan nike yang pertama yaitu bagaimana mendidik anak yang sulit untuk dididik dan diajari agar lebih baik lagi. lakukan pendekatan kepada anak tersebut dengan cara mencari tahu kesulitan apa yang dihadapinya, mengapa ia sulit memahami, dengan itu kita akan lebih mudah untuk memberikan pengajaran yang sesuai dengan kemampuan pemahamannya. Apabila hal tersebut dianngap masih kurang, guru juga bisa bekerjasama dengan orang tua siswa untuk sama-sama mendidik dan mengajar anak tersebut.
Guru sebagai inisiator, yakni pencetus ide-ide.
BalasHapusApa berarti guru itu menghegemoni siswanya?
Apa dapat disimpulkan ideologi yang dipegang guru akan dipegang siswanya pula?
Jika iya, bagaimana sebaiknya ideologi seorang guru itu?
Mohon pencerahannya.
Terimakasih!
Seperti pendapat Thoifuri, dalam bukunya “Menjadi Guru Inisiator” guru dapat dikatakan sebagai inisiator apabila memiliki ciri antara lain: mengembangkan hal yang sudah ada menjadi lebih sempurna, menemukan hal-hal baru yang belum ada dalam dunia pendidikan, selalu mengacu pada tujuan pendidikan nasional, isntitusional, dan kurikuler, selalu mempunyai gagasan baru untuk diterapkan ke dalam kelas, mampu memadukan antara teori dengan praktik, mampu menjabarkan buku teks ajar dengan lingkungan sekitar, memotivasi anak mempelajari lingkungan alam untuk disesuaikan dengan buku teks ajar, memberikan contoh pada peserta didiknya untuk disiplin dan bertanggung jawab, memotivasi anak didik untuk mengadakan pengamatan sosial dan penelitian ilmiah pada alam, dan memotivasi peserta didik untuk mengkritisi buku teks ajar dan mengembangkan sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat global. Inisiatif yang ditujukan kepada siswa. Guru sebagai inisiator bagi siswanya. Terkadang seorang siswa akan tergerak untuk dapat menjadi lebih maju bila ia melihat sosok yang dapat ditirunya dan kecendrungan ingin menjadi seperti yang dilihatnya. Untuk menciptakan keberhasilan dalam mengajar seorang guru harus dapat menjadi inisiator di dalam kelas. Jadi, guru itu menghegemoni siswanya, karena siswa cenderung meniru dan menurut pada gurunya. Menurut kami tidak semua ideologi guru bisa dipegang murid. Bisa jadi ideologi guru itu tidak sesuai dengan pemikiran siswa. Kalau siswanya anak SD bisa saja mereka selalu mengikuti ideologi gurunya, karena pemikiran mereka masih rendah. Kalau siswanya itu SMA atau mahasiswa mungkin mereka lebih kritis dalam berpikir.
HapusItu saja menurut kami, kalau ada salah mohon tanggapannya teman-teman.
Lisa Ariani
BalasHapusA1B110007
Saya ingin meminta penjelasan kalian tentang guru harus memiliki kemampuan profesional, Memiliki kapasitas intelektual, Memilki sifat edukasi sosial.
Coba kalian jelaskan dan berikan contohnya...
Makasih...
1) Kemampuan profesional adalah kemampuan yang berkaitan dengan tugas-tugas guru sebagai pembimbing, pendidik, dan pengajar. Contohnya guru menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran/bidang pengembangan yang diampu.
Hapus2) Kapasitas intelektual (intelectual ability) yaitu kemampuan yang dibutuhkan untuk melakukan berbagai aktifitas mental-berfikir, menalar dan memecahkan masalah. Contoh guru menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu.
3) Memiliki sifat edukasi sosial adalah kemampuan bersikap dan berbudi pekerti. Contoh: guru harus menjadi teladan bagi muridnya misalnya dengan berkata yang sopan.
Adie Setiawan
BalasHapusA1B110009
Mencoba menanggapi pertanyaan Lisa.
1.Kemampuan profesional : Seorang guru harus tahu posisi dia pada saat bekerja adalah "Guru" yg memberikan ilmu,menilai,mengawas,panutan dsb dan tidak boleh mencampurkan masalah di luar dengan pekerjaan. Contoh : Antara anak murid dan anak sendiri dalam satu kelas yg sama harus diberlakukan hak yg sama.
2.Memiliki Kapasitas Intelektual : Guru paling tidak menguasai bahan/kemampuan apa yg ia ajarkan terhadap murid, Contoh : Guru bhs.Ind paling tidak ahli dalam bidang seputar bhs.Ind agar ia bisa memberikan ilmunya untuk anak didik.
3.Sifat edukasi sosial : Guru harus mempunyai akhlak yg baik untuk bisa dicontoh oleh para anak didik
kalau salah mohon dimaklumi ^^
Rina Rahmawati A1B110002
BalasHapus“Guru di sekolah tidak hanya sebagai transmiter, tetapi juga sebagai transformer dan katalisator dari nilai dan sikap.”
Tolong jelaskan beserta contoh mengenai peranan guru sebagai transformer dan katalisator itu seperti apa? Terimakasih.
Peran guru sebagai transformer pengubah sikap. Guru sangat berperan dalam mengubah sikap dan perilaku siswa untuk menjadi yang lebih baik.
HapusSedangkan peranan guru sebagai katalisator adalah sebagai pembaharu. Guru berperan dalam melakukan perubahan ke arah yang lebih baik. Perubahan itu tidak hanya intelektual saja, tetapi berbagai perubahan yang lain juga perlu. Misalnya perubahan moral, spiritual, sosial, kebiasaan, dan lain sebagainya.
Mohon maaf sebelumnya, berhubung pulsa habis nieh...
BalasHapusJadi hanya bisa memberitau bahwa saya Jumat nie tdk bisa masuk.
Silakan kelompok meneruskan materi dan tugas minggu ini adalah:
1. memberikan tanggapan yang berbeda atau menambah konsep yang dikemukakan oleh teman-temannya.
2. Coba tanggapi untuk semua kelompok pernyataan ini "kedudukan guru mencerminkan profesionalitasnya, namun masih saja terdapat oknum guru yang menjadi "tim sukses" untuk Ujian Nasional anak didiknya." Kira-kira dalam hal ini siapa yang harus dibenahi?
Tugas dikerjakan di blog masing-masing...!
terima kasih yaaa (^_^)v
The Iron Chain - Titanium Art
BalasHapusThe Iron Chain. titanium jewelry piercing Titanium Art. From ancient Egypt, metal was a powerful tool titanium max trimmer for all types of people. From the where can i buy titanium trim ancient Egyptians citizen super titanium armor to can titanium rings be resized the