Kamis, 25 April 2013

TUGAS IBM


Pertanyaan: Coba tanggapi untuk semua kelompok pernyataan ini "kedudukan guru mencerminkan profesionalitasnya, namun masih saja terdapat oknum guru yang menjadi "tim sukses" untuk Ujian Nasional anak didiknya." Kira-kira dalam hal ini siapa yang harus dibenahi?
Jawaban:
Karena kemampuan siswa berbeda-beda. Jadi guru khawatir siswa mereka tidak lulus seratus persen. Oleh karena itu, selalu ada kecurangan yang terjadi. Jika guru tidak membantu siswanya ada juga orang tua siswa yang datang ke sekolah agar anaknya dibantu oleh guru saat UN. Bahkan ada yang mengancam. Akhirnya sekolah pun menyuruh para guru untuk membantu siswanya.
Menurut kami yang harus dibenahi adalah semuanya, baik sistem UN, siswa, guru, orang tua serta pemerintah.
1)      Sistem UN
Sistem UN sekarang sudah bagus, namun harus dibenahi lagi. Nilai UN dan raport sudah digabung menjadi satu untuk menentukan kelulusan siswa.  Seharusnya jika ada siswa tidak lulus, ada remedialnya. Karena kemampuan setiap siswa itu berbeda-beda.
2)      Guru
Mungkin karena pengaruh lain yang menyebabkan guru tidak tega kepada siswanya. Sekolah juga tidak ingin malu karena siswanya tidak lulus UN. Sebaiknya guru dalam hal ini tidak seharusnya membantu siswanya UN. Karena bisa membuat mental siswa menjadi manja dan tidak jujur. Oleh karena itu, sebagai guru harus meningkatkan professionalitasnya dalam mengajar, buatlah siswa semangat dalam belajar dan paham apa yang dipelajari. Buatlah siswa percaya akan kemampuannya sendiri.  
3)      Siswa
Siswanya juga harus rajin belajar, jangan hanya mengharap bantuan dari guru, siswa juga perlu belajar mandiri, yakin dengan kemampuan diri sendiri.
4)      Orang tua
Orang tua tidak boleh menyalahkan guru, sekolah maupun anaknya. Orang tua tidak boleh meminta guru membantu siswa saat UN, tapi Orang tua juga harus mengerti dan membimbing anaknya dalam belajar karena peran orang tua itu lebih utama dalam membimbing anak.
5)      Pemerintah
Pemerintah juga harus lebih dalam hal memberikan fasilitas, tidak mungkin siswa UN di sekolah yang tidak layak.  Tempat belajar yang nyaman sangat diperlukan siswa, dan fasilitas belajar lainnya juga harus lengkap agar siswa mudah dalam belajar, karena media pembelajaran itu tidak hanya guru.

Sabtu, 13 April 2013

KEDUDUKAN GURU

PEMBAHASAN

A.    Persyaratan Guru
Untuk dapat melakukan peranan dan melaksanakan tugas serta tanggung jawabnya, guru memerlukan syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat inilah yang akan membedakan antara guru dari manusia lain pada umumnya. Adapun syarat-syarat menjadi guru itu dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok.
1.      Persyaratan Administratif
Syarat-syarat administratif ini antara lain meliputi: soal kewarganegaraan (warga negara Indonesia), umur (sekurang-kurangnya 18 tahun), berkelakuan baik, mengajukan permohonan. Di samping itu masih ada syarat-syarat lain yang telah ditentukan sesuai dengan kebajikan yang ada.
2.      Persyaratan Teknis
Dalam persyaratan teknis ini ada yang bersifat formal, yakni harus berijazah pendidikan guru. Hal ini mempunyai konotasi bahwa seseorang yang memiliki ijazah pendidikan guru itu dinilai sudah mampu mengajar. Kemudian syarat-syarat yang lain adalah menguasai cara dan teknik mengajar, terampil mendesain program pengajaran serta memiliki motivasi dan cita-cita memajukan pendidikan/pengajaran.
3.      Persyaratan Psikis
Yang berkaitan dengan kelompok persyaratan psikis, antara lain: sehat rohani, dewasa dalam berpikir dan bertindak, maupun mengendalikan emosi, sabar, ramah dan sopan, memiliki jiwa kepemimpinan, konsekuen dan berani bertanggung jawab, berani berkorban dan memiliki jiwa pengabdian.
4.      Persyaratan Fisik
Persyaratan fisik ini antara lain meliputi: berbadan sehat, tidak memiliki cacat tubuh yang mungkin mengganggu pekerjaannya, tidak memiliki gejala-gejala penyakit yang menular. Dalam persyaratan fisik ini juga menyangkut kerapian dan kebersihan, termasuk bagaimana cara berpakaian. Sebab, bagaimanapun juga guru akan selalu dilihat/diamati dan bahkan dinilai oleh para siswa/anak didiknya.
Sesuai dengan tugas keprofesiannya, maka sifat dan persyaratan tersebut harus secara garis besar dapat diklasifikasikan dalam spektrum yang lebih luas, yakni guru harus:
a.       Memiliki kemampuan profesional
b.      Memiliki kapasitas intelektual
c.       Memilki sifat edukasi sosial
Ketiga syarat kemampuan itu diharapkan telah dimiliki oleh setiap guru, sehingga mampu memenuhi fungsinya sebagai pendidik bangsa, guru di sekolah dan pemimpin di masyarakat. Untuk itu diperlukan kedewasaan dan kematangan diri guru itu sendiri. Dengan kata lain bahwa ketiga syarat kemampuan tersebut, perlu dihubungkan dengan tingkat kedewasaan dari seorang guru. Sebagai ilustrasi misalnya, seorang guru sudah memiliki kapasitas intelektual yang tinggi dan memadai, tetapi bisa jadi belum memiliki kedewasaan di bidang edukasi sosial,  sehingga mungkin masih sulit untuk memenuhi fungsinya sebagai figur yang harus berperan secara komprehensif, dalam berupaya mendewasakan pihak yang belum dewasa (anak didik).
Pada uraian di depan (lihat bab vi), disinggung bahwa anak didik/siswa disifati sebagai kelompok yang belum dewasa dan guru atau pendidik dipandang sebagai unsur manusiawi yang sudah dewasa. Masalahnya bagaimana cara untuk memberikan kriteria seseorang itu dikatakan dewasa. Yang jelas kedewasaan seseorang itu tidak dapat semata-mata dilihat dari segi usia. Tetapi kalau dilihat dari perangkat-perangkat dan kemampuan yang lain mental masih harus dilihat lebih jauh, bagaimana profesionalisme, dan kapasitas edukasi sosialnya. Untuk medekati permasalahan itu perlu dilihat beberapa aspek yaitu:
1.      Aspek Kematangan Jasmani
Aspek kematangan jasmani dapat dilihat dari pekembangan biologis dan usia. Pada umumnya dikatakan sudah dewasa jasmani, kalau seorang itu sudah akil balig.
2.      Aspek Kematangan Rohani
Lainnya halnya dengan kematangan jasmani yang ditandai dengan dicapai akil-balig, kematangan/ kedewasaan dalam arti rohani mungkin sangat bervariasi/ berbeda-beda antara masyarakat/ bangsa yang satu dengan yang lain. Hal ini karena dipengaruhi oleh sikap tingkah laku dan budaya masyarakat yang bersangkutan.
Perlu ditambahkan bahwa yang merupakan kematangan/ kedewasaan rohani itu termasuk antara lain: sudah matang dalam bertindak dan berpikir, sehingga sikap dan penampilannya menjadi semakin mantap. Menghargai dan mematuhi norma serta nilai-nilai moral yang berlaku.
3.      Kematangan/ Kedewasaan Kehidupan Sosial
Aspek kedewasaan sosial, atau kehidupan bersama antarmanusia. Untuk dapat bergaul dengan sesama bergaul dengan sesama manusia dituntut adanya kemampuan berinteraksi dan memenuhi beberapa persyaratan. Sebagai contoh harus dapat saling menghargai, saling tenggang rasa, saling tolong menolong, dapat dan mau membela kepentingan bersama. Itu semua adalah sikap yang harus dimiliki sesorang, kalau seseorang itu hidup bersama di dalam masyarakat. Seseorang yang belum memiliki sikap seperti dikemukakan di atas, dinilai belum dewasa secara sosial. Seseorang itu dikatakan masih seperti anak-anak, karena masih ambisius, mementingkan diri sendiri (individualitas).

A.    GURU SEBAGAI TENAGA PROFESIONAL
Secara umum profesi diartikan sebagai suatu pekerjaan yang memerlukan pendidikan lanjut di dalam science dan teknologi yang digunakan sebagai perangkat dasar untuk diimplimentasikan dalam berbagai kegiatan yang bermanfaat. Dalam aplikasinya, menyangkut aspek-aspek yang lebih bersifat mental daripada yang bersifat manual work. Pekerjaan professional akan senantiasa menggunakan teknik dam prosedur yang berpijak pada landasan intelektual yang harus dipelajari secara sengaja, terencana dan kemudian dipergunakan demi kemaslahatan orang lain.
Seorang pekerja professional, khususnya guru dapat dibedakan dibedakan dari seorang teknisi, karena di samping menguasai sejumlah teknki serta prosedur kerja tertentu, seorang pekerja professional juga ditandai adanya informed responsiveness terhadap implikasi kemasyarakatan dari objek kerjanya. Hal ini berarti bahwa seorang pekerja professional atau guru harus memiliki persepsi filosofis dan ketanggapan yang bijaksana yang lebih mantap dalam menyikapi dan melaksanakan pekerjaannya. Kalau kompetensi seorang teknisi lebih bersifat mekanik dalam arti sangat mementingkan kecermatan, sedangkan kompetensi seorang guru sebagai tenaga professional kependidikan, ditandai dengan serentetan diagnosis, rediagnosis, dan penyesuaian yang terus menerus. Dalam hal ini, di samping kecermatan untuk menentukan langkah, guru harus juga sabar, ulet, dan “telaten” serta tanggap terhadap setiap kondisi, sehingga di akhir pekerjaannya akan membuahkan suatu hasil yang memuaskan.

B.     Guru Sebagai Pendidik dan Pembimbing
Seseorang dikatakan sebagai guru tidak hanya cukup “tahu” sesuatu yang diajarkan saja, tetapi pertama kali ia harus merupakan seseorang yang memiliki “kepribadian guru”, dengan segala ciri tingkat kedewasaannya. Dengan kata lain untuk menjadi pendidik atau guru, seseorang harus memiliki kepribadian.
Masalahnya yang penting adalah mengapa guru itu dikatakan sebagai “pendidik”. Guru memang seorang “pendidik”, sebab dalam pekerjaannya ia tidak hanya “mengajar” seseorang agar tahu beberapa hal, tetapi juga guru melatih beberapa keterampilan  dan terutama sikap mental anak didik. “Mengapa” sikap mental seseorang tidak cukup hanya “mengajarkan” sesuatu pengetahuan, tetapi bagaimana pengetahuan itu harus dididikkan, dengan guru sebagai idolanya.
Dengan “mendidikkan” dan menanamkan nilai-nilai yang terkandung pada  berbagai pengetahuan yang diikuti dengan contoh-contoh teladan dari sikap dan tingkah laku gurunya, diharapkan anak didik atau siswa dapat menghayati kemudian menjadikan miliknya, sehingga dapat menumbuhkan sikap mental. Jadi, tugas seorang guru bukan sekedar menumpahkan semua ilmu pengetahuan tetapi juga “mendidik” seseorang menjadi warga negara yang baik, menjadi seseorang yang berkepribadian baik dan  utuh. Mendidik berarti mentransfer nilai-nilai kepada siswanya. Nilai-nilai tersebut harus diwujudkan dalam tingkah laku sehari-hari. Oleh karena itu, pribadi guru itu sendiri merupakan perwujudan dan nilai-nilai yang akan ditransfer. Mendidik adalah mengantarkan anak didik agar menemukan dirinya, menemukan kemanusiaannya. Mendidik adalah memanusiakan manusia. Dengan demikian, secara esensial dalam proses pendidikan, guru itu bukan hanya berperan sebagai “pengajar” yang transfer of knowledge tetapi juga “pendidik” yang transfer of values. Ia bukan saja pembawa ilmu pengetahuan, akan tetapi juga menjadi contoh seorang pribadi manusia.
Sebagai seorang pendidik, guru harus memenuhi syarat khusus. Untuk mengajar ia dibekali dengan berbagai ilmu keguruan sebagai dasar, disertai pula seperangkat latihan keterampilan keguruan, dan pada kondisi itu pula, ia belajar memersonalisasikan beberapa sikap guru yang diperlukan. Semuanya itu akan menyatu dalam diri seorang guru sehingga merupakan seorang berpribadi khusus, yakni ramuan dari pengetahuan, sikap dan keterampilan keguruan serta penguasaan beberapa ilmu pengetahuan yang akan ia transformasikan pada anak didik atau siswanya, sehingga mampu membawa perubahan di dalam  tingkah laku siswa itu.
Seorang guru menjadi pendidik berarti sekaligus menjadi pembimbing. Sebagai contoh guru yang berfungsi  sebagai “pendidik” dan “pengajar” seringkali akan melakukan pekerjaan bimbingan, misalnya bimbingan belajar, bimbingan sesuatu keterampilan dan sebagainya. Jadi yang jelas dalam proses pendidikan kegiatan “mendidik”, “mengajar” dan “bimbingan” sebagai yang tidak dapat dipisah-pisahkan.
Membimbing dalam hal ini dapat dikatakan sebagai kegiatan menuntun anak didik dalam perkembangannya dengan jalan memberi lingkungan dan arah yang sesuai dengan tujuan pendidikan. Sebagai pendidik, guru harus berlaku membimbing, dalam arti menuntun sesuai dengan kaidah yang baik dan mengarahkan perkembangan anak didik sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan, termasuk dalam hal ini, yang penting ikut dalam memecahkan persoalan-persoalan atau kesulitan yang dihadapi anak didik. Dengan demikian, diharapkan dapat menciptakan perkembangan yang lebih baik pada diri siswa, baik perkembangan fisik maupun mental.
Guru dalam melaksanakan  tugasnya sebagai pendidik dan pembimbing, minimal ada dua fungsi, yakni fungsi moral dan fungsi kedinasan. Tinjauan secara umum, guru dengan segala peranannya akan kelihatan lebih menonjol fungsi moralnya, sebab walaupun dalam situasi kedinasan pun guru tidak dapat melepaskan fungsi moralnya. Oleh karena itu, dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik dan pembimbing juga diwarnai oleh fungsi moral itu, yakni dengan wujud bekerja secara sukarela, tanpa pamrih dan semata-mata demi panggilan hati nurani, atau setelah dikemukakan diatas dengan istilah roeping. Bergayut dengan ini, ada tiga alternatif yang perlu diperhatikan oleh para guru dalam menjalankan tugas pengabdiannya, yakni:
1.      Merasa terpanggil;
2.      Mencintai dan menyayangi anak didik;
3.      Mempunyai rasa tanggung jawab secara penuh dan sadar mengenai tugasnya.
Ketiga hal itu saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lain. Karena orang merasa terpanggil hati nuraninya untuk mendidik, maka ia harus mencintai anak didik dan menyadari sepenuhnya apa yang sedang dan apa yang akan dikerjakannya. Begitu juga karena  ia itu  mencintai anak didik dan panggilan hati nuraninya, karena merasa bertanggung jawab secara penuh atas keberhasilan pendidikan anak asuhannya. Konsep inilah yang harus dipegang oleh guru dalam upaya mendidik dan membimbing para siswanya.
            Pendidikan adalah usaha pendidikmemimpin anak didik secara umum untuk mencapai perkembangannya menuju kedewasaan jasmani maupun rohani, dan bimbingan adalah usaha pendidik memimpin anak didik dalam arti khusus misalnya memberikan dorongan atau motivasi dan mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi anak didik atau siswa.  Hal ini sesuai degan apa yang pernah disampaikan Ki Hajar Dewantoro dengan sistem among, “ing madyo mangun karso”.
            Sehubungan dengan beberapa fungsi yang dimiliki guru, maka terdapat beberapa aspek utama yang merupakan kecakapan serta pengetahuan dasar bagi guru.
1.      Guru harus dapat memahami dan menempatkan kedewasaannya.
2.      Guru harus mengenal diri siswa.
3.      Guru harus memiliki kecakapan memberi bimbingan.
4.      Guru harus memilki dasar pengetahuan yang luas tentang tujuan pendidikan di Indonesia pada umumnya sesuai dengan tahap-tahap pembangunan.
5.      Guru harus memiliki pengetahuan yang bulat dan baru mengenai ilmu yang diajarkan.

C.    Beberapa Peranan Guru
Sehubungan dengan fungsinya sebagai “pengajar”, “pendidik” dan “pembimbing”, maka diperlukan adanya berbagai peranan pada diri guru. Peranan guru ini akan senantiasa menggambarkan pola tingkah laku yang diharapkan dalam berbagai interaksinya, baik dengan siswa (yang terutama), sesama guru, maupun dengan staf yang lain. Dari berbagai interaksi belajar-mengajar, dapat dipandang sebagai sentral bagi peranannya. Sebab baik disadari atau tidak bahwa sebagian dari waktu dan perhatian guru banyak dicurahkan untuk menggarap proses belajar-mengajar dan berinteraksi dengan siswanya.
Mengenai apa peranan guru itu ada beberapa pendapat yang dijelaskan sebagai berikut:
1.      Prey Katz menggambarkan peranan guru sebagai komunikator, sahabat yang dapat memberikan nasihat-nasihat, motivator sebagai pemberi inspirasi dan dorongan, pembimbing dalam pengembangan sikap dan tingkah laku serta nilai-nilai, orang yang menguasai bahan yang diajarkan.
2.      Havighurst menjelaskan bahwa peranan guru di sekolah sebagai pegawai (employee)  dalam hubungan kedinasan, sebagai bawahan (subordinate) terhadap atasannya, sebagai kolega dalam hubungannya dengan anak didik, sebagai pengatur disiplin, evaluator dan pengganti orang tua.
3.      James W. Brown, mengemukakan bahwa tugas dan peranan guru antara lain: menguasai dan mengembangkan materi pelajaran, merencanakan dan mempersiapkan pelajaran sehari-hari, mengontrol dan mengevaluasi kegiatan siswa.
4.      Federasi dan Organisasi Profesional Guru Sedunia, menguangkapkan bahwa peranan guru di sekolah, tidak hanya sebagai transmiter dari ide tetapi uga berperan sebagai transfomer dan katalisator dari nilai dan sikap.

Dari beberapa pendapat di atas maka secara rinci peranan guru dalam kegiatan belajar-mengajar, secara singkat dapat disebutkan sebagai berikut:
a.      Informator
Sebagai pelaksana cara mengajar informatif, laboratorium, studi lapangan dan sumber informasi kegiatan akademik maupun umum. Dalam pada itu berlaku teori komunikasi berikut:
-          Teori stimulus-respons.
-          Teori dissonance-reduction.
-          Teori pendekatan funsional.
b.      Organisator
Guru sebagai organisator, pengelola kegiatan akademik, silabus, workshop, jadwal pelajaran dan lain-lain. Komponen-komponen yang berkaitan dengan kegiatan belajar-mengajar, semua diorganisasikan sedemikian rupa, sehingga dapat mencapai efektivitas dan efisiensi  dalam belajar pada diri siswa.
c.       Motivator
Peranan guru sebagai motivator ini penting artinya dalam rangka meningkatkan kegairahan dan pengembangan kegiatan belajar siswa. Guru harus dapat merangsang dan memberikan dorongan serta reinforcement untuk mendinamisasikan  potensi siswa, menumbuhkan swadaya (aktivitas) dan daya cipta (kreativitas), sehingga akan terjadi dinamika di dalam proses belajar-mengajar. Dalam semboyan pendidikan di Taman Siswa sudah  lama dikenal dengan istilah “ing madya mangun karsa”. Peranan guru sebagai motivator ini sangat penting dalam interaksi belajar-mengajar, karena menyangkut esensi pekerjaan mendidik yang membutuhkan kemahiran sosial, menyangkut performance  dalam arti personalisasi dan sosialiasi diri.
d.      Pengarah atau direktor
Jiwa kepemimpinan bagi guru dalam peranan ini lebih menonjol. Guru dalam hal ini harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan. Guru harus juga “handayani”.
e.       Inisiator
Guru dalam hal ini sebagai pencetus ide-ide dalam proses belajar. Sudah pasti ide-ide itu merupakan ide-ide kreatif yang dapat dicontoh oleh anak didiknya. Jadi, termasuk pula dalam lingkup semboyan “ing ngarso sung tulodo”.
f.       Transmitter
Dalam kegiatan belajar guru juga akan bertindak selaku penyebar kebijaksanaan pendidikan dan pengetahuan.
g.      Fasilitator
Berperan sebagai fasilitator, guru dalam hal ini akan memberikan fasilitas atau kemudahan dalam proses belajar-mengajar, misalnya saja dengan menciptakan suasana kegiatan belajar yang sedemikian rupa, serasi dengan perkembangan siswa, sehingga interaksi belajar-mengajar akan berlangsung secara efektif. Hal ini bergayut dengan semboyan “Tut Wuri Handayani”.
h.      Mediator
Guru sebagai mediator dapat diartikan sebagai penengah dalam kegiatan belajar siswa. Misalnya menengahi atau memberikan jalan ke luar kemacetan dalam kegiatan diskusu siswa. Mediator juga diartikan penyedia media. Bagaimana cara memakai dan mengorganisasikan penggunaan media.
i.        Evaluator
Ada kecenderungan bahwa peran sebagai evaluator, guru mempunyai otoritas untuk menilai prestasi anak didik dalam bidang akademis maupun tingkah laku sosialnya, sehingga dapat menentukan bagaimana anak didiknya berhasil atau tidak. Tetapi kalau diamati secara sedikit mendalam evaluasi-evaluasi yang di lakukan guru itu sering hanya merupakan evaluasi ekstrinsik dan sama sekali belum menyentuh evaluasi yang intrinsik. Evaluasi yang dimaksud adalah evaluasi yang mencakup pula evaluasi intrinsik. Untuk ini guru harus hati-hati dalam menjatuhkan nilai atau  kriteria keberhasilan. Dalam hal ini tidak cukup hanya dilihat dari bisa atau tidaknya mengerjakan mata pelajaran yang diujikan, tetapi masih perlu ada pertimbangan-pertimbangan yang sangat unik dan kompleks, terutama yang menyangkut perilaku dan values yang ada pada masing-masing mata pelajaran.

D.    HUBUNGAN GURU DAN SISWA
Untuk mendapatkan hasil belajar yang optimal, banyak dipengaruhi komponen-komponen belajar-mengajar. Sebagai contoh bagaimana cara mengorganisasi materi, metode yang diterapkan, media yang digunakan, dan lain-lain. Tetapi di samping komponen-komponen pokok  yang ada di dalam kegiatan belajar mengajar, ada faktor lain yang mempengaruhi keberhasilan belajar siswa, yaitu soal hubungan antara guru dan siswa.
Hubungan guru dengan siswa/anak didik di dalam proses belajar mengajar merupakan faktor yang sangat menentukan. Bagaimanapun baiknya bahan pelajaran yang diberikan, bagaimanapun sempurnanya metode yang digunakan namun jika hubungan guru-siswa tidak harmonis, maka dapat menciptakan suatu hasil yang tidak diinginkan.
Dengan demikian bentuk-bentuk kegiatan belajar selain melalui pengajaran didepan kelas, perlu diperhatikan bentuk-bentuk kegiatan belajar mengajar yang lain. Cara-cara atau bentuk-bentuk belajar yang lain antara lain dapat melalui dengan contact hours. Guru dapat menanyai dan dan mengungkap keadaan siswa dan sebaliknya siswa mengajukan berbagai persoalan-persoalan  dan hambatan yang sedang dihadapi. Terjadilah suatu proses interaksi komunikasi yang humanistik. Memang guru yang menerapkan prinsip-prinsip humanistik approach akan tergolong pada humanistic teacher. Hal ini jelas akan sangat membantu keberhasilan studi para siswa. Berhasil dalam arti tidak sekedar tahu atau mendapatkan nilai baik dalam ujian, tetapi akan menyentuh pada soal sikap mental dan tingkah laku atau hal-hal yang intrinsik. Dengan demikian, tujuan kemanusiaan harus selalu diperhatikan, sehingga salah satu hasil pendidikan yang diharapkan yakni human people, yakni manusia yang memiliki  kesadaran untuk melakukan orang lain dengan penuh respect dan dignity.
Disamping itu perlu juga diingat adanya hambatan-hambatan tertentu. Misalnya kadang-kadang masih ada guru yang otoriter dari guru (terutama warisan di zaman feodal), sikap tetutup dari guru, siswa yang pasif, dan latar belakang guru sendiri maupun para siswanya. Untuk mengatasi itu semua perlu dikembangkan sikap demokratis dan terbuka dari para guru  perlu ada keaktifan dari pihak siswa dan guru harus bersikap sopan, saling hormat menghormati, guru lebih bersifat manusiawi, rasio guru dan dan siswa lebih proporsional, masing-masing pihak bila pengetahui latar belakang baik guru maupun siswa. Memang  untuk  itu ada beberapa persyaratan yang seyogyanya perlu diperhatikan. Persyaratan-persyaratan itu antara lain:
1.      Perlu dedikasi yang penuh dikalangan guru yang disertai dengan kesadaran akan fungsinya sebagai pamong bagi anak didiknya/siswanya;
2.      Menciptakan hubungan yang baik antara sesama staf pengajaran dan pimpinan, sehingga mencerminkan pula hubungan baik antara guru dan siswa;
3.      Sistem pendidikan dan kurikulum yang mantap;
4.      Adanya fasilitas ruangan yang memadai bagi para guru untuk mencukupi kebutuhan tempat bertamu antara guru dan siswa;
5.      Rasio guru dan siswa yang rasional, sehingga guru dapat melakukan didikan  dan hubungan secara baik;
6.      Perlu adanya kesejahteraan guru yang memadai sehingga guru tidak terpaksa harus mencari hasil sampingan.

F. KODE ETIK GURU
1. Mengapa perlu kode etik guru?
            Sudah disebut-sebut didepan bahwa guru adalah tenaga profesional dibidang pendidikan yang memiliki tugas “mengajar”, “mendidik”, dan “ membimbing” anak didik agar menjadi manusia yang berpribadi (pancasila). Dengan demikian guru memiliki kedudukan yang sangat penting dan tanggung jawab yang sangat besar dalam menangani hasil atau tidaknya program pendidikan.
            Sehubungan dengan itu maka guru sebagai tenaga profesional memerlukan pedoman dan kode etik guru terhindar dari segala bentuk penyimpangan. Kode etik menjadi pedoman baginya untuk tetap profesional (sesuai dengan tuntunan dan persyaratan profesi). Setiap guru yang memegang keprofesionalannya sebagai pendidik akan selalu berpegang pada kode etik guru. Sebab kode etik guru ini salah satu ciri yang harus ada pada profesi itu sendiri.
            Kode etik yang memedomani setiap tingkah laku guru senantiasa sangat diperlukan. Karena dengan itu penampilan guru akan terarah dengan baik, bahkan akan terus bertambah baik. Ia akan terus memerhatikan dan mengembangkan profesi keguruannya.

2. Apa itu kode etik?
            Secara harfiah” kode etik” berarti sumber etik. Etik artinya tata sisila 9 etika) atau hal-hal yang berhubungan dengan kesusilaan dalam mengerjakan suatu pekerjaan. Jadi “kode etik guru” diartikan: aturan tata susila keguruan.
            Menurut Westby Gibson kode etik (guru) dikatakan sebagai suatu statement formal yang merupakan norma (aturan tata susila) dalam mengatur tingkah laku guru. Kode etik guru juga merupakan perangkat untuk mempertegas atau mengkristalisasi kedudukan dan peranan guru serta sekaligus untuk melindungi profesinya.
            Adapun rumusan kode etik guru yang merupakan kerangka pedoman guru dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sesuai  dengan hasil kongres PGRI XIII, yang terdiri dari sembilan item berikut ini:
a.       Guru berbakti membimbing anak didiknya seutuhnya untuk membentuk manusia  pembangun yang ber-pancasila.
b.      Guru memiliki kejujuran profesional dalam menerapkan kurikulum serta dengan kebutuhan anak didik masing-masing.
c.       Guru mengadakan komunikasi, terutama dalam memperoleh informasi tentang anak didiknya, tetapi menghindarkan diri dari segala bentuk penyalahgunaan.
d.      Guru menciptakan suasana kehidupan sekolah dan memelihara hubungan dengan orang tua murid sebaik-baiknya bagi kepentingan anak didiknya.
e.       Guru memelihara hubungan baik dengan masyarakat di sekitar sekolah maupun masyarakat yang lebih luas untuk kepentingan pendidikan.
f.       Guru secara sendiri dan/atau bersama-sama berusaha mengembangkan dan meningkatkan mutu profesinya.
g.      Guru menciptakan dan memelihara hubungan antarsesama guru baik berdasarkan lingkungan kerja maupun di dalam hubungan keseluruhan.
h.      Guru secara bersama-sama memelihara, membina, meningkatkan mutu organisasi guru profesional sebagai saran pengabdiannya.
i.        Guru melaksanakan segala ketentuan yang merupakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan.
Guru adalah bagian warga negara dan warga masyarakat yang merupakan aparat Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Depdikbud).
Guru sebagai aparat Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dan pelaksanaan langsung kurikulum dan proses belajar mengajar, harus memahami dan melaksanakan ketentuan-ketentuan yang telah digariskan oleh pemerinta mengenai persoalan-persoalan pendidikan.
Tetapi harus diingat bahwa kebijaksanaan dan ketentuan-ketentuan pemerintah itu biasanya bersifat umum,. Oleh karena itu guru sebagai unsur pelaksanaan yang paling operasional harus memahami secara cermat dan kritis serta mengembangkan secara rasional dan kreatif yang akhirnya dapat mendukung policy pihak Departemen Pendidikan dan Kebudayaan tersebut. Untuk mengarahkan kepada maksud-maksud sebagaimana disebutkan di atas, maka perlu dilakukan hal-hal antara lain sebagai berikut:
1.      Guru harus memahami betul-betul maksud dan arah kebijaksanaan pendidikan nasional, agar dapat mengambil langkah-langkah secara tepat.
2.      Guru harus terus-menerus meningkatkan profesi dan kesadaran guru untuk memenuhi hakikat keprofesian.
3.      Dilakukan penilaian, pengawasan dan sanksi yang objektif dan rasional.
4.      Memimpin lembaga-lembaga pendidikan harus bersifat terbuka, dalam upaya menerjemahkan setiap ketentuan dari Depatemen  Pendidikan dan Kebudayaan.
5.      Guru yang semata-mata sebagai kiat dan pelaksana pemerintah di bidang kurukulum dan proses belajar mengajar, perlu netral, tidak memihak pada golongan politik apapun.
6.      Dalam menetapkan kebijaksanaan: Pemerintah (Depatemen Pendidikan dan Kebudayaan), yang berkenaan dengan pembaruan dibidang pendidikan, perlu diupayakan kerja sama antara pemerintah dengan organisasi profesional guru (PGRI) dan juga dengan  ISPI.
Dengan memahami kode etik guru seperti di atas , diharapkan guru mampu berperan secara aktif dalam upaya memberikan motivasi kepada subjek belajar yang dihadapi oleh anak didik/subjek belajar berarti akan dapat dipecahkan atas bimbingan guru dan kemampuan serta kegairahan mereka sendiri.

SIMPULAN
Adapun syarat-syarat menjadi guru itu dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok. 1) Persyaratan Administratif 2) Persyaratan Teknis 3) Persyaratan Psikis 4) Persyaratan Fisik.
Sesuai dengan tugas keprofesiannya, maka sifat dan persyaratan tersebut harus secara garis besar dapat diklasifikasikan dalam spektrum yang lebih luas, yakni guru harus: a) Memiliki kemampuan professional b) Memiliki kapasitas intelektual c) Memilki sifat edukasi sosial.
Kedewasaan guru dilihat beberapa aspek yaitu: a) Aspek Kematangan Jasmani b) Aspek Kematangan Rohani c) Kematangan/ Kedewasaan Kehidupan Sosial.
Guru sebagai tenaga professional berarti pekerjaan guru memerlukan pendidikan lanjut di dalam science dan teknologi yang digunakan sebagai perangkat dasar untuk diimplimentasikan dalam berbagai kegiatan yang bermanfaat. Dalam hal ini, di samping kecermatan untuk menentukan langkah, guru harus juga sabar, ulet, dan “telaten” serta tanggap terhadap setiap kondisi, sehingga di akhir pekerjaannya akan membuahkan suatu hasil yang memuaskan.
Guru Sebagai Pendidik dan Pembimbing berarti selain mengajar ilmu pengetahuan guru juga menanamkan nilai-nilai (transfer of values) serta melatih berbagai keterampilan.
Sehubungan dengan beberapa fungsi yang dimiliki guru, maka terdapat beberapa aspek utama yang merupakan kecakapan serta pengetahuan dasar bagi guru. 1) Guru harus dapat memahami dan menempatkan kedewasaannya, 2) Guru harus mengenal diri siswa. 3) Guru harus memiliki kecakapan memberi bimbingan, 4) Guru harus memilki dasar pengetahuan yang luas tentang tujuan pendidikan di Indonesia pada umumnya sesuai dengan tahap-tahap pembangunan, 5) Guru harus memiliki pengetahuan yang bulat dan baru mengenai ilmu yang diajarkan.
Peranan guru dalam kegiatan belajar-mengajar: 1) Informator, 2) Organisator, 3) Motivator, 4) Pengarah atau director, 5) Inisiator, 6) Transmitter, 7) Fasilitator, 8) Mediator, 9) Evaluator.
Hubungan guru dengan siswa/anak didik di dalam proses belajar mengajar merupakan faktor yang sangat menentukan. Bagaimanapun baiknya bahan pelajaran yang diberikan, bagaimanapun sempurnanya metode yang digunakan namun jika hubungan guru-siswa tidak harmonis, maka dapat menciptakan suatu hasil yang tidak diinginkan.
Kode etik yang memedomani setiap tingkah laku guru senantiasa sangat diperlukan. Karena dengan itu penampilan guru akan terarah dengan baik, bahkan akan terus bertambah baik. Ia akan terus memerhatikan dan mengembangkan profesi keguruannya.

RUJUKAN
Sardiman. 2010. Interaksi dan Motivasi Belajar-Mengajar. Jakarta: Rajawali Pers.